Selasa, 16 November 2010

Gunung berapi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Gunung berapi Mahameru atau Semeru di belakang. Latar depan adalah Kaldera Tengger termasuk Bromo, Jawa Timur, Indonesia.
Letusan gunung berapi dapat berakibat buruk terhadap margasatwa lokal, dan juga manusia.
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus.
Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung api es biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim dingin bersalju, sedangkan gunung api lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah yang populer sebagai Bledug Kuwu.
Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik.
Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya daripada suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati.
Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magmar di bawah gunung berapi meletus keluar sebagai lahar atau lava. Selain daripada aliran lava, kehancuran oleh gunung berapi disebabkan melalui berbagai cara seperti berikut:
  • Aliran lava.
  • Letusan gunung berapi.
  • Aliran lumpur.
  • Abu.
  • Kebakaran hutan.
  • Gas beracun.
  • Gelombang tsunami.
  • Gempa bumi.

Selasa, 02 November 2010

SBY Sambangi Pengungsi Merapi, Tanyakan Desa Mbah Maridjan  foto
Hery Winarno - detikNews





Sleman - Asap Awan panas alias wedhus gembel yang dimuntahkan Gunung Merapi pada pagi tadi masih terlihat jelas. Diiringi penampakan asap wedhus gembel yang terlihat jelas karena cuaca cerah itu, Presiden SBY mengunjungi pengungsi Gunung Merapi. Dalam kesempatan itu, SBY menanyakan desa Mbah Maridjan.

SBY datang ke barak pengungsian di Desa Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, pada Rabu (3/11/2010) pukul 08.45 WIB. Dia didampingi istrinya, Ani Yudhoyono. Dalam rombongan tampak pula Menko Kesra Agung Laksono dan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.

SBY yang dibalut safari coklat menyapa pengungsi anak-anak. "Ini sekolah apa libur?" tanya SBY.

"Libur, Pak."

"Masuk, Pak," jawab anak-anak beragam.

SBY juga sempat menyapa ibu-ibu di pengungsian itu. "Ini mengungsi dulu ya sampai aman," kata SBY.

"Ya, Pak," jawab para ibu itu.

SBY lantas berkeliling barak dan bersalaman dengan pengungsi. Barak pengungsian itu berdampingan dengan SD Tawangharjo yang beberapa ruang kelasnya dipakai juga untuk pengungsian.

Bupati Sleman Sri Purnomo memandu rombongan SBY sembari memberikan informasi. "Ini jaraknya sekitar 14-15 km," jelasnya saat menjawab pertanyaan SBY berapa jarak tempat pengungsian itu dari puncak Merapi.

SBY juga menanyakan desa Mbah Maridjan. "Itu di atas kurang lebih 4-5 km. Mohon maaf tidak biasa evakuasi padahal sudah diperintahkan evakuasi," lanjut Sri Purnomo.

SBY dan rombongan pun meninjau dapur umum. Di dapur tersebut yang memasak adalah para anggota TNI. Dari dapur umum, SBY menuju tenda yang isinya sebagian besar anak usia SD. "Selamat pagi anak-anak," sapanya yang disambut hangat bocah-bocah itu. (vit/nrl)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!

Sabtu, 30 Oktober 2010

http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSZsQBdKKotevoLbao-E-3p-pjIyfXG600-NAYrpS0gR2CiliA&t=1&usg=__LTXPbbEjuitKF-BZntvfpK5n3eI=
Add caption
Kami Turut berduka cita atas meninggalnya korban-korban bencana tsunami dan gunung meletus, 

semoga keluarga yang di tinggalkan menjadi tabah dalam menghadapi cobaan ini, pasti di balik 

cobaan ini ada hikmahnya . . . . . . .

Wassalamu alaikum Wr. Wb

Rabu, 27 Oktober 2010

Hati-Hati News

Kiamat 2012 Mungkin Tertunda?
Headline 
INILAH.COM, Jakarta- Kiamat mungkin tidak akan terjadi pada 2012. Seorang ahli menilai intepretasi penanggalan kuno Maya yang berakhir pada 21 Desember 2012 mungkin tidak akurat.

Dalam salah satu bab di buku berjudul Calendars and Years II: Astronomy and Time in the Ancient and Medieval World (Ocbow Book, 2010) penanggalan yang dibuat oleh suku Maya jika dicocokkan dengan kalender modern mungkin berbeda 50 hingga 100 tahun.

Gerardo Aldana dari University of California yang menulis studi menekankan perlunya pemulihan kembali dokumen kolonial yang ditulis dalam bahasa Maya ke abjad latin.

Kebenaran menurut Aldana belum bisa ditemukan, dan teori lama tidak perlu dipercaya.

Kalender Maya awalnya dikonversi ke kalender Gregorian, penanggalan modern yang menggunakan perhitungan disebut GMT konstan.

Sebelumnya, GMT konstan dipaparkan oleh ahli antropologi dan lingustik Amerika Floyd Lounsbury.

Ia menggunakan data dari Dresden Codex Venus Table, kalender Maya yang berdasarkan grafik relatif pergerakan planet Venus.

"Lounsbury mengambil kesimpulan dengan menghapus hambatan terakhir untuk menerima sepenuhnya GMT konstan," kata Aldana.

Ia mengaku telah melakukan studi lebih lanjut untuk memastikan penanggalan dari GMT konstan. Aldana menilai teori Lounsbury masih bisa dibantahkan.

Jika Venus Table masih diragukan dalam menyimpulkan akhir penanggalan kalender Maya, maka menurut Aldana, suatu kebenaran masih dipertanyakan tergantung validitas data yang kuat.

Data historis, menurut Aldana kurang akurat sehingga tidak bisa dianggap benar. Saat ini, Aldana tidak memiliki jawaban mengenai konversi kalender yang benar, namun ia memilih untuk fokus mengapa interpretasi lampau bisa saja salah.[ito]

Sedih News

Merapi Meletus, Mentawai Tsunami
KLATEN -- Dari laut ke gunung. Setelah gempa mengguncang wilayah Sumatera Barat (Sumbar) yang disusul tsunami hebat di daerah Mentawai, kemarin petang giliran Gunung Merapi yang meletus.
Akibat dari dua bencana berentetan itu, ribuan warga tiga kabupaten di Jawa Tengah; Klaten, Boyolali dan Magelang mengungsi. Seorang di antaranya, Ilham Azza, enam bulan, meninggal.

Sampai berita ini diturunkan pukul 00.30 Wita, korban tewas baru Azza seorang. Itu pun karena telat dievakuasi sehingga sesak napas. Berita terkait di halaman 10.
Sementara di Mentawai, dilaporkan sedikitnya 122 warga meninggal serta 502 dinyatakan hilang. Mereka diperkirakan tersapu tsunami yang melanda daerah itu dua jam setelah gempa mengguncang.

Tanda-tanda meletusnya Merapi mulai terdeteksi sejak pukul 17.05 WIB. Selanjutnya, sekira sepuluh menit berselang, hujan abu dan luncuran awan panas dari perut Gunung Merapi, mulai menebar maut. Awan panas merupakan salah satu ancaman terbesar dari Merapi selain lontaran material vulkanik.

Awan panas pertama kali meluncur ke arah selatan. Munculnya awan panas membuat warga yang tinggal di kawasan rawan bencana langsung kalang kabut.

Informasi yang berhasil dihimpun Radar Solo (Group FAJAR), sebelum awan panas meluncur dari puncak, di sekitar lereng Merapi hujan deras dan langit tertutup mendung. Makanya saat awan tersebut keluar dan meluncur ke arah selatan, tidak banyak yang tahu.

"Karena mendung, tadi sulit melihat secara pasti besaran awan yang keluar dari puncak Gunung Merapi. Yang jelas mengarah ke selatan. Kemungkinan ke Kali Gendol, Yogyakarta dan Kali Woro, Klaten," ujar penasihat Paguyuban Sabuk Gunung (Pasag) Merapi, Sukiman.

Selain awan panas, dari perut Merapi juga terus terdengar suara bergemuruh. Suara tersebut dipicu adanya guguran materi vulkanik akibat tekanan dari magma bumi sehingga terjadi longsor besar.

"Suaranya terdengar jelas di sekitar Pos Pemantau di Dusun Ndeles, Desa Sidorejo. Kami sudah mulai mengevakuasi warga yang sebelumnya hanya tenang dan berdiam diri di rumah. Mereka sudah mulai bergerak ke pos pengungsian," tambah Sukiman.

Dari Boyolali dilaporkan, tanda-tanda meletusnya Merapi terlihat sangat jelas. Maklum, di daerah ini cuaca cukup cerah sehingga asap tebal kecokelatan sudah mulai tampak di puncak Merapi.

Di bagian puncak Merapi, sepanjang siang kemarin terus mengeluarkan asap pekat. "Pengamatan kami memang asap pekat sebagai tanda magma sudah naik," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Subandriyo, di Boyolali kemarin.

Hasil pengamatan yang dihimpun BPPTK, magma semakin mendekat ke kubah. Material panas pun juga sudah keluar dan disertai asap kecokelatan. Ini terlihat di Pos 2 Pengamatan Merapi Desa Jrakah, Kecamatan Selo.
"Muncul asap tebal kecokelatan. Ketinggiannya sekitar empat ratus meter," kata Tri Mujianto, petugas Pos 2 Pengamatan Merapi. 

Warga Mengungsi

Meletusnya Gunung Merapi petang kemarin, membuat warga sekitar lereng bagian selatan, panik dan tunggang langgang. Mereka langsung bergerak menuju lokasi pengungsian menggunakan truk yang sudah disiapkan di setiap RT.

"Kita siapkan 20-an truk untuk mengangkut warga ke pos pengungsian. Keluarnya awan panas membuat warga di Dusun Ndeles sangat rentan terkena luka bakar," ungkapnya.

Kondisi serupa juga terjadi di Desa Balerante. Warga yang awalnya menolak dievakuasi, petang kemarin langsung geger. Tentu saja kondisi ini membuat perangkat desa dan Satkorlak PB harus bekerja ekstra mengangkut warga yang ketakutan.

"Kami sudah mulai bergerak ke Desa Bawukan (pos pengungsian). Banyak warga yang khawatir dengan munculnya awan panas tersebut," ujar Kepala Dusun I Desa Balerante, Zainu.
Bupati Klaten, Sunarna mengakui sedikitnya ada empat desa yang masuk wilayah rawan bencana di daerahnya. Keempat desa itu adalah Balerante, Sidorejo, Tegal Mulyo dan Kendalsari.

Dari keempat desa itu, tambah Sunarna, yang diungsikan mencapai 8.000 orang. Rinciannya, Sidorejo 3000 pengungsi, Tegal Mulyo 3.600 pengungsi, Balerante 1.230 pengungsi, dan sisanya dari Desa Kendalsari. "Sampai saat ini, proses evakuasi terus berjalan," kata Sunarna.

Soal posko pengungsian, Sunarna mengungkapkan, kebanyakan warga masih ditempatkan di gedung sekolah. Pasalnya, hujan deras masih mengguyur tiga desa yang merupakan posko pengungsian tersebut.

Dari Magelang dilaporkan, pemerintah setempat melakukan evakuasi besar-besaran di tengah hujan abu yang menyelimuti wilayah itu. Sampai berita ini diturunkan, proses evakuasi masih berlangsung. Maklum, jumlah warga yang harus diungsikan sangat banyak.

Sebagai gambaran, dari Kecamatan Srumbung yang terdapat delapan desa paling rawan bahaya Merapi tercatat 13.110 jiwa yang harus dievakuasi. Mereka diungsikan ke Balai Desa Gulon, Beringin, Srumbung, Jerukagung, Salam, gedung perikanan dan lapangan Srumbung.

Kemudian di Kecamatan Dukun yang terdapat delapan desa, tercatat 19.885 jiwa diungsikan. Di Kecamatan Sawangan juga tercatat 1.211 jiwa diungsikan dari lima dusun di tiga desa.

Semua penduduk di semua desa tersebut dievakuasi dengan menggunakan mobil pick up, truk, kendaraan pribadi dan roda dua milik warga. Selain kendaraan milik masyarakat, evakuasi ini meliputi kendaraan milik pemerintah daerah, TNI, dan Polri.

"Kita sudah membuat skema arah evakuasi, dan skema ini sudah dipahami oleh semua masyarakat, sehingga mereka langsung bisa tahu lari ke mana ketika kondisi seperti ini terjadi," ujar Kapolres Magelang AKBP Kif Aminanto malam tadi.

Semua warga memakai masker dan sebagian besar memakai penutup kepala seperti topi untuk melindungi diri dari debu vulkanik Merapi. Sementara jalan sendiri dipenuhi debu yang di beberapa titik bercampur genangan bekas air hujan, sehingga menjadi licin.

Tsunami Mentawai 

Dari Sumbar dilaporkan, keputusan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geosifika (BMKG) mencabut peringatan tentang potensi tsunami dua jam setelah gempa mengguncang Senin malam 25 Oktober, ternyata keliru. Pasalnya, gempa berkekuatan 7,2 skala Richter (SR) yang mengguncang kawasan pantai Sumbar benar-benar memicu tsunami.

Gelombang laut setinggi enam meter menyapu wilayah Pagai Utara dan Pagai Selatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sedikitnya 40 warga Pagai Utara dan Selatan ditemukan tewas. Bahkan, laporan terbaru malam tadi menyebutkan, korban tewas akibat tsunami di Mentawai 122 orang. Selain itu, ratusan orang dilaporkan hilang.

Seperti dilaporkan Padang Ekspres (Group FAJAR), dua pulau (Pagai Utara dan Selatan) yang paling dekat dengan pusat gempa, semula dihuni ribuan warga. Saat gempa dan gelombang besar menyapu wilayah itu, sebagian warga mengungsi dan menyelamatkan diri ke daerah perbukitan.

Di Pagai Selatan, gelombang menyapu hingga 600 meter ke wilayah perkampungan penduduk. Seorang anak dilaporkan hanyut. Di Pagai Utara, gelombang air laut merendam seluruh rumah warga.
Sedikitnya tiga desa yang dihuni ratusan warga dilaporkan porak-poranda. Yakni, Desa Malakopa, Desa Mutai Baro-Baro, dan Desa Makaroni.

Di Desa Malakopa, tercatat seratus rumah warga hancur. Begitu juga, Desa Makaroni rata dengan tanah. Sementara di Desa Mutai Baro-Baro, seratus warga belum ditemukan.

Selain itu, di Silabo dan Muaro Takohapeha, 150 rumah warga hancur. Di Makaroni, 23 turis asing dinyatakan selamat dan sembilan lainnya hilang. Sebanyak 27 warga juga selamat di wilayah itu.
"Sementara warga bersama anggota Polri dan TNI menemukan 40 jenazah di beberapa lokasi.

Umumnya korban tewas itu ditemukan tersangkut. Tiga gereja dan dua masjid hancur," tutur Bupati Kepulauan Mentawai Edison Saleleau Baja, Selasa 26 Oktober.

Edison mengungkapkan, umumnya korban hilang adalah warga yang tinggal di pinggir pantai. Untuk mengecek dan menemukan warga yang tewas, telah didirikan posko bencana di Pulau Sikakap.
Pemkab Mentawai telah mengirimkan makanan dan obat-obatan dari Padang. Pemkab juga telah mendistribusikan pakaian dan selimut.

"Kami telah menganggarkan Rp1 miliar. Dana itu akan digunakan membeli makanan dan obat-obatan untuk warga," terang Edison.

Sebelumnya, BMKG menyatakan bahwa gempa mengguncang Sumbar pukul 21.45 Senin lalu. Pusat gempa berkekuatan 7,2 SR itu berada di sekitar perairan barat daya Pagai Selatan atau berjarak sekitar 78 km dari pantai Padang dan berada pada kedalaman 10 km. Setelah itu, terjadi dua kali gempa susulan berkekuatan 5,5 SR dan 5,0 SR dengan titik pusat hampir sama.

Menyusul gempa tersebut, BMKG mengeluarkan peringatan soal potensi terjadinya tsunami. Tetapi, berselang dua jam setelah gempa atau sekitar pukul 22.45, BMKG mencabut peringatan tersebut. (jpnn)

Berita Terbaru

JAKARTA, KOMPAS.com — Banjir disertai kemacetan yang melanda Jakarta, Senin (25/10/2010)
Selasa, 26 Oktober 2010 | 15:50 WIB
kemarin, dinilai karena perubahan cuaca yang sangat ekstrem. Pemprov DKI Jakarta sendiri telah melakukan sejumlah upaya penanganan banjir secara maksimal, mulai dari menyelesaikan proyek Kanal Banjir Timur (KBT) hingga normalisasi saluran air. Selain itu, peralatan pengendali banjir seperti pompa air juga telah disiagakan.
Kondisi cuaca yang ekstrem mengakibatkan curah hujan yang terjadi mencapai 111 milimeter hanya dalam waktu 2 jam. Padahal, dalam kondisi normal curah hujan dalam satu bulan hanya mencapai 300 milimeter. Keadaan ini membuat drainase tidak mampu menampung dan menyalurkan air ke sungai dengan baik. Akibatnya, air meluap hingga ke jalan-jalan.
"Kita tidak menyalahkan cuaca, tetapi kenyataannya curah hujan yang terjadi Senin kemarin memang di luar normal," kata Muhammad Tauchid, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Sekdaprov DKI Jakarta, saat jumpa pers di Balaikota DKI, Selasa (26/10/2010).
Dijelaskan Tauchid, kekacauan lalu lintas yang terjadi kemarin juga disebabkan kurang sabarnya pengguna jalan menunggu hujan reda. Mereka nekat menerobos hujan dan genangan. Akibatnya, banyak kendaraan yang mogok dan menimbulkan kemacetan di mana-mana. Terlebih, hujan turun bersamaan dengan jam pulang kantor atau jam sibuk.
"Ke depan saya mengimbau, warga yang ingin berkendara bersabar menunggu hujan reda daripada nekat menerobos," ujar Tauch